29 September, 2009

ARTIKEL


AYAT KURSI, PERISAI YANG SERINGKALI TERLUPAKAN



Ayat Kursi..., tentu sudah hafal bukan?
Tapi, apakah anda selalu membacanya menjelang tidur? Nah, ini barangkali hanya sebagian kecil saja yang melakukannya.

Tahukah anda, bahwa membaca ayat kursi sebelum tidur itu sangat penting?
Ayat kursi itu sebuah perisai mahal untuk membentengi diri saat kita tidur, yang seharusnya selalu kita pakai. Sebuah kerugian yang amat besar jika ada perisai mahal, penting dan gratis di depan mata, tapi kita tidak memakainya!

Dalam sebuah hadits yang panjang (HR Bukhari), disebutkan bahwa dengan membaca ayat kursi sebelum tidur Allah akan menjagamu, dan setan tidak akan menghampirimu sampai Subuh. [DR. Raghib As-Sirjani, "Misteri Shalat Subuh"]. Mulai malam ini, mari biasakan membaca ayat kursi menjelang tidur. Agar Allah melindungi kita selama tidur.

17 September, 2009

PUISI

KERENDAHAN HATI

Oleh : Taufiq Ismail


Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri..

04 September, 2009

ARTIKEL


FENOMENA MUDIK
Oleh: Diah Arie


Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, tak bisa dipisahkan dengan tradisi mudik atau pulang kampung. Saat lebaran tiba, semua kota besar di Indonesia khususnya Jakarta menjadi lengang, ditinggalkan para penduduknya. Dari sinilah kita bisa tahu siapa saja penghuni kota ini.

Mencermati tradisi mudik yang tak jauh beda setiap tahunnya, dari persiapan awal seperti penjualan tiket kereta, bus, kapal bahkan pesawat yang bisa didapat jauh-jauh hari tepatnya H-30 sampai maraknya para calo tiket, riuhnya beragam discount ataupun sale yang ditawarkan di berbagai mall, pemandangan yang sangat padat di pusat-pusat perbelanjaan karena banyaknya orang yang ingin tampil serba baru di kampung halamannya saat hari Raya Lebaran, membuat tradisi mudik menjadi sesuatu yang sangat dirindukan oleh siapapun.

Kalau kita melihat begitu antusiasnya orang-orang yang ingin mudik hingga mereka rela berdesak-desakan di stasiun maupun di terminal, siap menyerbu kendaraan yang akan mengantar ke kampungnya hingga mereka rela duduk, berdiri bahkan tidur di WC kereta dan tidak menghiraukan lagi dengan sengatan bau yang tak sedap asal bisa mudik dengan selamat, rasa bangga serta gembira para pemudik dengan setumpuk oleh-oleh hasil kerja kerasnya selama di kota yang siap dibagi-bagikan kepada orang tua, saudara dan kerabat, membawa suatu semangat tersendiri bagi para pelaku mudik. Suatu semangat yang disertai kerinduan untuk dapat bertemu dengan orang-orang yang kita cinta.

Dengan berbekal semangat dan rasa rindu akan tempat asal kita, seharusnya memunculkan pertanyaan pada diri masing-masing.


Apakah kita juga merasakan rindu yang sama untuk pulang ke kampung yang sesungguhnya?

Karena mudik yang sesungguhnya adalah kepulangan kita ke akhirat.

QS Ali ‘Imran (3) : 185 “Tiap-tiap yang berjiwa (nafs) akan merasakan mati”

QS Yaasin (36) : 83 “Maka Maha Suci Alah yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”


Apakah kita juga sangat merindukan bertemu dengan Allah SWT Dzat Yang Menciptakan dan Memiliki kita, melebihi kerinduan bertemu dengan orang tua maupun kerabat?

QS Al Fajr (89) : 27-30 “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam SurgaKu”


Apakah kita juga bersemangat menyiapkan dan membawa semua bekal yang akan menemani kita selama dalam perjalanan menuju ke hadapan Illahi?

Apakah kita juga dengan senang hati menyiapkan oleh-oleh yang akan kita persembahkan untuk Tuhan Semesta Alam, sebagai tanda bakti kita kepada Dzat Yang Maha Baik, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang?

Karena bekal serta oleh-oleh yang sesungguhnya adalah ketaatan dan ketaqwaan kita kepada-Nya, seluruh amal shalih, serta kebaikan yang kita perbuat

QS Al Hasyr (59) : 18 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)


Semoga kesucian dan kemuliaan bulan Ramadhan terus mengiringi kita agar menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik dalam urusan dunia dan yang lebih penting lagi dalam urusan akhirat seperti Sabda Nabi Muhammad SAW, “barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia adalah orang yang beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka dia adalah orang yang rugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka dia itulah orang yang celaka.”

Dan yang tak kalah penting, semangat mudik untuk merayakan Idul Fitri tahun ini dapat membukakan hati serta pikiran kita untuk menyadari akan kelima hal ini yaitu minallah (kita berasal dari Allah), lillah (kita dan segala hal yang melekat dalam diri kita adalah milik Allah), billah (kita bisa menjalani hidup karena bantuan Allah), ma’allah (bersama Allah pula, kita mampu menjalani seluruh aktivitas) dan pada akhirnya, ilallah (kita semua pasti akan kembali kepada Allah).

Selamat mudik, hati-hati dalam perjalanan dan semoga selamat sampai di tujuan….



ARTIKEL

MARHABAN YAA RAMADHAN


Oleh : Diah Arie



Rasulullah SAW bersabda….

Seandainya umatku mengetahui keistimewaan Ramadhan, niscaya mereka mengharap agar semua bulan menjadi Ramadhan”.

“Ada dua kenikmatan yang didapatkan oleh orang yang berpuasa, yaitu sekali pada saat berbuka dan sekali pada saat menemui Tuhannya”

QS Al-Baqarah (2) : 183

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.

Puasa atau shiyam dalam bahasa Al Quran berarti menahan diri, untuk tidak makan, minum serta menahan diri dari segala dorongan hawa nafsu. Ada yang melakukannya dengan alasan kesehatan, kelangsingan badan, ada juga yang bertujuan untuk membersihkan jiwa dari dosa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Apapun motivasinya, puasa tidak bisa dipisahkan dari usaha pengendalian diri, karena secara umum jiwa manusia berpotensi untuk sangat mudah terpengaruh. Apalagi bila ia tidak mempunyai kesadaran untuk mengendalikan serta niat yang kuat untuk menghadapi hal-hal negatif.

Dari sisi lain, kehidupan manusia dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaannya dalam memenuhi kebutuhan fa’ali (makan, minum dan hubungan seks) apabila ia telah terbiasa dengan pemenuhan yang berlebihan, maka, tujuan berpuasa selain sebagai pengendali diri juga dapat berfungsi sebagai alat untuk membebaskan manusia dari belenggu kebiasaan yang berlebihan, yang selama ini mengikatnya.

Puasa dapat juga disebut sebagai jihad akbar, yaitu suatu peperangan yang bila dimenangkan maka akan dapat mengendalikan nafsu tanpa menghabisi ataupun menghancurkannya. Sebab pada bulan Ramadhan, setiap muslim dituntut untuk berperang menaklukkan nafsunya dan seperti halnya perang dalam Islam yang tidak bertujuan untuk menghabisi apalagi memusnahkan potensi lawan. Tujuannya sekedar mengendalikan, karena sejelek-jeleknya sesuatu, pasti ada segi positif dalam diri manusia itu yang dapat dimanfaatkan.

Kelak, manusia dengan segala nafsu, sikap dan sifatnya pasti akan bertemu dengan Pencipta-nya dan di dalam perjalanannya menuju ke Yang Maha Memiliki, -khususnya selama bulan Ramadhan, yang merupakan bagian dari perjalanan hidup seorang muslim- manusia berusaha sekuat kemampuannya untuk mencontoh sifat-sifat Tuhan. Bukankah Allah SWT tidak makan, bahkan memberi makan, tidak minum? Bukankah Allah SWT Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang, tidak pernah membenci dan mendzalimi, menyakiti ataupun menelantarkan mahlukNya?

Jika seperti demikian hakikat puasa, maka Ramadhan adalah suatu media yang mengantarkan seorang muslim kepada bersikap serta bersifat dengan sikap dan sifat Allah SWT.”

Lalu, apa yang harus kita persiapkan untuk menyambut bulan yang penuh rahmat ini? Jiwa yang suci dan tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, menghidupkan malamnya dengan shalat serta tadarus dan siangnya dengan ibadah kepada Sang Khalik melalui pengabdian kepada keluarga, lingkungan, bangsa dan Negara.

Karena pada bulan puasa, dosa-dosa manusia habis terbakar, akibat kesadaran dan amal salehnya, selain itu Ramadhan menjadi sebuah waktu untuk mengasah serta mengasuh jiwa seseorang. Sehingga jika seorang muslim berhasil melewati bulan Ramadhan atas izin serta ridha-Nya dan mampu menjadi “pribadi yang kembali pada fitrahNya”, maka Insyaallah dapat merasakan kenikmatan ruhani yang melebihi kelezatan jasmani.

Hanya saja yang sangat disayangkan, banyak orang yang tidak mengetahuinya karena tidak pernah mencobanya.