12 Oktober, 2009

RENUNGAN

BERCERMIN
Oleh : Eva Budiastuti

Keisya langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Hatinya gundah gulana dengan tulisan yang ia baca. Perasaan bersalah hinggap dirinya seketika, tapi di sisi lain ia ingin menolak perasan tersebut ada dalam batinnya.

Ia palingkan wajahnya ke jendela kamarnya memandang hamparan rumput hijau. Setidaknya ia berharap matanya menangkap hal lain yang lebih segar, sehingga ia bisa melupakan sejenak deretan huruf - huruf yang pernah membuat kelam bagi batinnya. Sesekali ia menghela nafas panjang dan hampir jatuh bulir-bulir air dari kantung matanya.

Beberapa orang, mungkin kata itu adalah kata yang diharapkan oleh seorang wanita terhadap dirinya. Hati wanita akan terbang melayang pergi ke nirwana seolah ia adalah ratu cantik yang menduduki singgahsana nan megah.

"Tak bolehkah aku sekedar berbincang-bincang padamu? Kenapa kausimak raut wajahku dan menodai apa yang kita perbincangkan." tanyanya. Sekali, dua kali, dan terus ia ulangi, lagi dan lagi.

Ia langkahkan kakinya menghampiri meja riasnya. Tak sampai sedetik ia langsung menyambar sebuah benda bulat, kecil dan tipis berwarna hitam yang berada di pinggir meja rias itu. Ia buka perlahan sekali. Sedikit demi sedikit wajahnya terlihat di sana. Ia amati satu persatu setiap guratannya. Belum selesai ia menyelusuri seluruhnya, ia segera menutup kaca tersebut, dan tanpa ia sadari, ia melempar jauh benda yang dipegangnya.

Praaaaaaangg.....

Kaca itu terdengar terbentur keras menyentuh dinding di bawah jendela sebelah kanan kamarnya. Ia terperanjat dan sedikit bola matanya membesar dengan apa yang tiba-tiba di dengarnya. Sungguh ia tidak menyangka tenaga yang telah ia keluarkan ternyata begitu besar, sebesar kekesalannya pada wajah di dirinya. Matanya segera mengarah pada pecahan cermin di sana. Tampak kemilauan sinar berhamburan dari serpihan pecahan kaca itu akibat secercah sinar matahari masuk mengenainya.

Hening sejenak menerpa.

"Tidak cukupkah kegalauanku ketika melihat wajahku di cermin?" kembali ia bertanya dalam hatinya seraya menyapa pada serpihan cermin yang tergolek di lantai dingin kamarnya.

Kesya hanya memandangi dari kejauhan saja. Kata itu sebenarnya sudah hancur bersama dengan kaca itu. Dia tahu kapan itu pernah terjadi, dulu.


sayup-sayup terdengar lantunan doa bercermin menggema :

AL_HAMDU LILLAH,
Segala puji hanya milik Alloh


ALLOHUMMA KAMAA _HASSANTA KHOLQI
Ya Alloh, sebagaimana Engkau memberiku rupa yang baik.

FA_HASSIN KHULUQI.
maka jadikanlah padaku akhlaq yang baik

(HR. Ibnu As-Sunni)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar